I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki: The cult hit everyone is talking about

Product Information

I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki adalah esai yang berisi tentang pertanyaan, penilaian, saran, nasihat, dan evaluasi diri yang bertujuan agar pembaca bisa menerima dan mencintai dirinya. Depresi atau distimia terjadi tak perlukan hal ekstrem untuk buat sesiapa alaminya. Boleh jadi hal yang tak mampu kita nyata/ekspresikan boleh bawa ke arah makin buruk lantas terjadinya masalah mental. Usah membandingkan 'kenapa dia ada masalah lagi besar dari saya tapi tak depresi pun tapi saya kena pulak'. Setiap manusia tak diuji sama begitu juga tak semua kekuatan kita juga sama. Berhentilah bagi kata-kata tersebut sekali dua tak apa tapi jika sering kali mahunya dia muak nak cerita lagi🙃 Menyenangkan sekali membaca buku I Want To Die but I Want To Eat Tteokpokki 2. Isinya tidak segelap buku sebelumnya. Tentu saja senang sekali melihat perkembangan Sehee-ssi yang jauh lebih baik dan positif. The book is a write up of Baek’s time in therapy discussing this, as well as how she tends to use food for comfort. Usually the psychologist in me means that I have issues over confidentially, but as this is specifically Baek’s own stuff, I think I’m okay.

The second book is no less attractive; very good! A follow-up story to the author's rehabilitation.

Alas, the book has a major problem: It is unbelievably boring. The educational impulse is overwhelming, protagonist Baek remains a chiffre, and the (highly professional) dynamic between her and her therapist doesn't allow for enough immersion. Also, you would expect more complexity from a novel that focuses on the guidance of a mental health professional - but then again, I suppose the author wanted to connect to younger people who are afraid to reach out for help, and for this demographic, this highly accessible approach might be justified.

But if she's so hopeless, why can she always summon a desire for her favourite street food, the hot, spicy rice cake, tteokbokki? Is this just what life is like? Mengutip dari kalimat dr. Jiemi dalam kata pengantar, "Terimalah diri sendiri dalam ketidaksempurnaan, karena tidak ada juga manusia yang sempurna. Izinkan orang lain memiliki persepsinya terhadapmu, karena kita tidak bisa mengubah persepsi orang lain. Namun izinkan dirimu memiliki persepsi yang baik juga terhadap dirimu sendiri, jangan karena orang lain merisak diri kita lantas kita ikutan membully diri sendiri". Aku rasa perlu menjadi catatan bagi kalian yang mau membaca bukunya Baek Se Hee, terutama buku kedua ini. Bacalah setelah kalian benar-benar sudah memastikan kalau kalian baik-baik saja, baik secara fisik ataupun mental, karena isi buku ini tidak secerah warna covernya. (:

Reviews

I just finished the first book a couple days ago and I really love this self development book because... It's not give me a bright ending. It shows me that if you want to heal yourself, you need a time. It's okay at least you have a progress. Also one important thing is sometimes when you are on the way on healing, you can feeling bad again. But that's okay, that's also a progress. Don't give up on your healing session!. The book is an account of the author’s struggle with dysthymia, or persistent mild depression, and is composed mostly of conversations with her therapist, interspersed with pithy reflective pieces. I also got new information for myself. That the author's treatment lasted for more than a year. Previously, I thought that the consultation conducted by the author with a psychiatrist doctor was about a few months or Oleh karena itu, besar harapanku buku ini bisa menambah kesadaran masyarakat terhadap isu kesehatan mental dan menjadi lebih bersahabat dan mendukung teman-teman yang sedang mengalaminya. And to conclude, this Freudian bale of hay ultimately validated my feelings (of not being the right reader for the book). And to reiterate my point above, I truly hope this book can bring someone else comfort even though it did nothing for me. Why did I continue reading this even though I already knew halfway through that this wasn't for me? Well, to put it simply, I think Anton Hur is super cool, and I will read everything he translates/writes. Don't get me wrong, the experience wasn't awful at all, it just wasn't 'rewarding'/'fulfilling'.

it's short and easy to inhale, and in translation the writing style is very straightforward and simplistic. i underlined a few helpful nuggets of wisdom, but my principal reaction is a neutral "huh."P.S. I was wondering why this book was so hyped until I did some Nancy Drewing and realized that someone from BTS apparently endorsed this book so I guess it's true what they say: The boy bands will inherit the earth. This is a book full of very honest and interesting reflections. Author Baek Sehee shares personal transcriptions of her therapy sessions as she grapples with her journey through anxiety and depression, and sprinkles in essays that reflect on these sessions and moments in her life.

Di buku kedua ini, Baek Se Hee menceritakan apa yang ia rasakan saat ia bekerja di kantornya dan alasannya ingin berhenti saja dari perusahaan itu; ia menceritakan kegelisahannya terhadap panilaian orang-orang di sekitarnya, baik orang yang ia kenal ataupun tidak; ia menceritakan bahwa ia benci melihat tubuhnya sendiri dan betapa ia masih terluka akibat perkataan dari teman-temannya dulu tentang bentuk tubuhnya. Baek Se Hee menceritakan semuanya dengan gamblang, termasuk saat ia terus-terusan berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Baek Se Hee pernah mencoba untuk melompat dari atap villa saat ia berlibur bersama dengan kekasihnya di Yeonnam-dong. Selain itu, ia pun terus-terusan melukai dirinya sendiri dan terus-terusan menangis sampai akhirnya psikiaternya menyarankannya untuk melakukan rawat inap. Bagian ini mungkin akan terasa mengganggu untuk beberapa orang, termasuk aku. Melalui buku ini, mengingatkan bahwa proses penerimaan itu penting untuk selalu dilakukan dan melalui usaha self talk yang penulis tuangkan dalam dialog juga patut dicontoh saat diri ingin melihat suatu masalah atau keadaan dengan lebih luas lagi. Baek führt von außen betrachtet ein normales Leben: Sie hat einen Job in einem Verlag, der ihr Spaß macht, Freunde und eine Partnerschaft, die sie sehr erfüllt. Ihre Gefühle kann sie gegenüber jeder Person gut verbergen und strahlt eine Gelassenheit und Leichtigkeit aus. In ihrem Inneren ist Baek ängstlich, verzweifelt und niedergeschlagen und begibt sich daher in eine Therapie, denn es kostet sie viel Kraft diese Fassade aufrechtzuerhalten. Buku nonfiksi ini berisi rekapan percakapan antara si penulis–yang menderita Distimia–dengan psikiaternya selama prosesnya untuk bisa lebih menyayangi dirinya sendiri. Terjemahannya bagus, isinya menarik, tapi memang sebaiknya buku ini secara perlahan dan tidak dibaca dalam sekali duduk. Jadi pastikan ada rehat di sela-sela membaca.

About the contributors

I loved the concept. Se-hee displays vision, creativity, and courage. This project is the invention of a genre: The "MySelf-Help Book"! This is all about Baek’s mental health, which was timed perfectly with a lil blip of my own. Baek suffers from depression, but specifically persistent mild depression. As someone who feels simply ✨hollow✨ rather than having, say, violent feelings and suicidal desire, this book absolutely got it.